Jumat, 16 Desember 2011

Pesantren jangan sampai hanyut pada eksklusifisme dan radikalisme

Menag: “Pesantren jangan sampai hanyut pada eksklusifisme dan radikalisme”
JAKARTA – Sejarah telah mencatat bahwa Ulama dan kaum santri telah memberi sumbangan nyata dan berjasa besar dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), demikian yang dikatakan Menteri Agama, Suryadharma Ali.
Dalam sambutan Silaturrahmi Akbar Pondok Pesantren dan Diniyyah Takmiliyyah se-Provinsi DKI Jakarta, Jumat (20/5/2011), Suryadharma Ali mengatakan bahwa sulit dibayangkan kebangkitan Indonesia akan terwujud jika keharmonisan sosial tidak cukup solid.
Menag mengingatkan agar nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia tidak dibenturkan sehingga memungkinkan terjadinya letupan kontraproduktif yang dapat merugikan masyarakat.
Pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Suryadharma Ali menambahkan, lulusan pesantren yang memenuhi syarat dan ketentuan akan mendapat pengakuan sama sebagaimana halnya lulusan pendidikan umum, baik tingkat dasar, tingkat menengah maupun pendidikan tinggi.
“Ada kelebihan pada pesantren, antara lain, berhasil memberi bekal kemandirian dan modal spiritual bagi para santrinya. Ini yang memposisikan pesantren secara positif di tengah masyarakat,” ucap Menag.
Menag mengingatkan, tidak mustahil derasnya arus informasi dan makin terbukanya pesantren maka nilai luhur kepesantrenan dapat tergerus oleh kepentingan pragmatis.
Jika tak mampu merumuskan komitmen baru dengan tantangan tersebut pesantren bisa terbawa arus yang merugikan. Misalnya, hanyut pada eksklusifisme atau radikalisme. Karena itu, penyelenggaraan pendidikan diniyyah dan pondok pesantren– dengan segala kegiatan keagamaan di dalamnya — perlu mendapat pencerahan setiap saat.   (rasularasy/aarahmah.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar